Selasa, 06 Mei 2014

permintaan dan penawaran Agregat

PERMINTAAN agregat
(Permintaan agregat adalah keseluruhan permintaan terhadap barang & jasa oleh pengguna dalam ekonomi.) Permintaan agregat menunjukkan hubungan antara keseluruhan permintaan terhadap barang-barang dan jasa sesuai dengan tingkat harga. Permintaan agregat adalah suatu daftar dari keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga,Permintaan agregat dapat ditampilkan dengan menggunakan Kurva atau tabel yang menunjukkan berbagai jenis barang & jasa yang dibeli secara kolektif pada tingkat harga tertentu.


PENAWARAN agregat
penawaran agregat (AS) adalah jumlah seluruh barang akhir dan jasa-jasa di dalam perekonomian yang dijual atau ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan pada berbagai tingkat harga. Atau dengan kata lain penawaran agregat merupakan nilai total dari seluruh barang akhir dan jasa yang di hasilkan dalam perekonomian.
 

stimulus fiskal

Stimulus fiskal (fiscal stimulus) adalah bagian dari kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek. Pada umumnya, Stimulus Fiskal diberikan ketika perekonomian berada pada level terendah di mana angka pertumbuhan cenderung mengalammi menurun secara terus menerus. Ada dua bentuk instrumen fiskal yang digunakan, yaitu:
1. Pemotongan pajak (tax cut)
2. Menaikkan besarnya belanja pemerintah
Secara teoritis, Stimulus Fiskal bekerja dalam jangka pendek. Artinya, Stimulus Fiskal lebih cepat mempengaruhi komponen-komponen permintaan agregat sehingga akan lebih cepat pula mendorong laju pertumbuhan output dari sektor usaha. Sesuai dengan konsepnya pula, kebijakan Stimulus Fiskal dirancang sedemikian rupa dengan menentukan sasaran-sasaran maupun mekanisme pelaksanaannya agar lebih tepat mengenai sasaran dan lebih cepat pula menggerakkan pertumbuhan di sektor riil. Sesuai dengan konsepnya, Stimulus Fiskal apabila tepat mengenai sasaran, selain waktu penyesuaian lebih pendek, juga akan menahan (sementara) merosotnya angka pertumbuhan ekonomi.

Jumat, 02 Mei 2014

REVISI MAKALAH TENTANG UTANG PEMERINTAH



Tingginya Hasrat Berutang Pemerintah
Jumlah utang pemerintah Indonesia yang terus bertambah dari tahun ke tahun sangat memperihatinkan dan sangat membahayakan. Sebagaimana ditulis dalam Jurnal Ekonomi Ideologis, jumlah utang pemerintah dalam setahun dari September 2011 sampai September 2012 bertambah Rp220,71 trilyun. Akibatnya, stok utang yang menjadi tanggungan rakyat sudah mencapai Rp1975,62 trilyun. Jika dilihat tren pertambahan utang Indonesia, maka hingga akhir tahun 2012 utang dapat menembus angka Rp2000 trilyun.
Semakin besarnya jumlah utang tidak lepas dari hasrat berutang pemerintah yang cukup tinggi. Tahun ini rencana penarikan utang baik melalui penerbitan Surat Utang Negara (SUN) maupun melalui pinjaman luar negeri mencapai Rp325,28 trilyun. Jumlah utang yang ditarik tersebut lebih besar 34,69% dari jumlah pinjaman yang diambil pemerintah pada tahun 2011.
http://www.jurnal-ekonomi.org/wp-content/uploads/2012/10/Perkembangan_Utang_dan_Penarikan_Pinjaman.png

Jumlah utang yang ditarik pemerintah untuk menutupi defisit APBN melonjak sejak tahun 2007 sebesar Rp150,93 trilyun. Pada tahun-tahun sebelumnya jumlah utang yang ditarik pemerintah di bawah Rp100 trilyun. Tahun 2001 misalnya, jumlah utang yang ditarik pemerintah sebesar Rp26,15 trilyun.
Jika dibuat rata-rata selama periode 2001-2010, jumlah utang yang ditarik pemerintah setiap tahunnnya mencapai Rp104,83 trilyun. Sementara periode tahun 2011 jumlah utang yang ditarik Rp241,50 trilyun sedangkan pada tahun 2012 mencapai Rp325,28 trilyun.
Data ini menunjukkan tingginya perkembangan jumlah utang pemerintah dalam beberapa tahun terakhir hingga akan menyentuh angka Rp2000 trilyun, disebabkan meningkatnya hasrat berutang pemerintah sebanyak tiga kali lipat dibandingkan periode 2001-2010.
Di samping ditinjau dari jumlah utang yang ditarik pemerintah semakin bertambah besar, hasrat beruutang pemerintah juga dapat dilihat dari pertambahan jumlah utang yang ditarik setiap tahunnya.
Pada tahun 2012 ini, jumlah utang yang ditarik bertambah Rp83,78 trilyun, yakni dari Rp241,50 trilyun jumlah utang yang ditarik pada 2011 menjadi Rp325,28 trilyun pada tahun ini.
Selama periode 2001-2010, rata-rata pertambahan jumlah utang yang ditarik pemerintah setiap tahunnya mencapai Rp20,50 trilyun. Dengan demikian, pada tahun ini hasrat berutang pemerintaah dilihat dari sisi pertambahan jumlah utang yang ditarik setiap tahunnya meningkat pada tahun ini sebesar empat kali lipat dibandingkan periode 2001-2010.
Berdasarkan data tersebut, maka faktor kunci yang mendorong semakin besarnya perkembangan jumlah utang yang harus ditanggung rakyat akibat semakin tingginya hasrat berutang pemerintah. Jika pemerintah tidak menghentikan hasrat berutang, mungkin saja Indonesia akan mengalami krisis utang yang kini sedang menimpa kawasan Eropa. [Jurnal Ekonomi Ideologis]
I. Utang Atau Pinjaman Dalam Negeri
Utang atau pinjaman dalam negeri adalah setiap pinjaman oleh pemerintah yang diperoleh dari pinjaman dalam negri yang harus di bayar kembali dengan persyaratan tertentu, sesuai dengan masa berlakunya ( Pasal 1 Angka 1 PP Nomor 54 Tahun 2008 tentang tata cara pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negri Oleh Pemerintah )
Pasal 5 PP Nomor 54 tahun 2008 tentang tata cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah menyebutkan :
1. Kegiatan tertentu kementrian Negara/Lembaga meliputi dalam rangka kegiatan pemberdayaan industry dalam negeri dan pembangunan infrastuktur.
2. Kegiatan tertentu pemda melalui penerusan pinjaman meliputi kegiatan dalam rangka pembangunan infrastuktur untuk pelayanan umum dan kegiatan investasi yang menghasilkan penerimaan.
3. Kegiatan tertentu BUMN melalui penerusan pinjaman meliputi kegiatan dalam rangka pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum diluar kerangka pelaksanaan penugasan khusus pemerintah dan kegiatan investasi yang menghasilkan penerimaan.
4. Kegiatan tertentu Perusahaan Daerah melalui penerusan pinjaman ke Pemda terdiri atas pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum dan kegiatan investasi yang menghasilkan penerimaan.
Jadi tidak semua kegiatan dapat dibiayai dengan pinjaman dalam negeri. Kementrian Negara/Lembaga, Pemerintah daerah atau BUMN menyusun rencana kegiatan yang dapat dibiayai dari PDN dengan menggunakan prioritas RJPM untuk disampaikan kepada Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bppenas.Rencana kegiatan ini kemudian akan dinilai dengan memperhatikan batas maksimum PDN. Jika disetujui, maka rencana kegiatan tersebut akan dimasukan dalam daftar kegiatan prioritas untuk diserahkan kepada Menteri keuangan sebagai bahan pertimbangan dalam pengadaan pembiayaan. menteri keuangan selaku bendahara umum Negara yang ayat 11 diberikan wewenang untuk mengadakan pinjaman dalam negeri (pasal 38 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 20004 tentang Perbendaharaan Negara ) dan menyusun rencana batas maksimum PDN selama setahun anggaran ( pasal 7 ayat 1 PP Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri Oleh Pemerintah ). Setelahnya,oleh Kementerian Negara/Lembaga, Pemerintah Daerah atau BUMD,kegiatan prioritas akan dicantumkan dalam rencana kerja dan Menteri Keuangan akan mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran kegiatan yang akan dibiayai PDN.
Selain itu, Menteri Keuangan ( dhi. Dirjen pengelolaan Utang ) juga memiliki kewenangan untuk melakukan seleksi calon pemberi PDN. Memang pada prinsipnya pemberi PDN adalah BUMN ,Pemerintah Daerah dan Perusahaan Daerah, namun tetap harus dilakukan pemilihan pemberi PDN dengan mekanisme pelelangan terbatas atau dengan penunjukan langsung bilamana hanya terdapat satu calon pemberi PDN.
Bagi BUMN atau Perusahaan Daerah yang ingin menjadi calon pemberi PDN Harus memenuhi kualifikasi memiliki laba bersih selama 3 tahun terakhir berturut-turut, mendapat persetujuan dari pihan berwenang sesuai AD/ART, BUMN/Perusahaan Daerah dan memiliki modal yang ditempatkan dan disetor penuh paling sedikit satu triliun rupiah. Sedangkan untuk calon pemberi PDN yang berasal dari Pemda harus memenuhi kriteria telah melakukan pemenuhan urusan wajib sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak mempunyai tunggakan pembayaran bunga, cicilan pokok dan kewajiban lain terkait dengan pinjaman kepada pihak lain, mendapat persetujuan dari DPRD dan mendapat pertimbangan dari mendagri.
Calon pemberi PDN yang telah memenuhi kriteria diatas dapat mengajukan proposal penawaran kepada Panitia Lelang dengan syarat ditandatangani oleh direksi atau pejabat yang berwenang, bertanggal dan bermaterai cukup serta jangka waktu penawaran tidak kurang dari yang ditetapkan dalam dokumen lelang. Kemudian panitia lelang melakukan evaluasi administratif dan evaluasi pendanaan terhadap proposal penawaran yang diajikan, dan menyusun peringkat hasil evaluasi untuk dilaporkan kepada dirjen pengelolaan utang.
Dalam hal terdapat nilai evaluasi yang sama, panitia lelang melakukan beauty contest dengan mengonfirmasi syarat-syarat dan ketentuan serta kesiapan operasional calon pemberi PDN atau dengan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan dalam dokumen lelang. Atas usulan panitia lelang, Dirjen Pengelolaan Utang kemudian menetapkan pemenang dan panitia lelang menyampaikan pengumuman tersebut kepada para reserta paling lambat 2 hari setelah menerima surat penetapan pemenang.
Setelahnya Menteri Keuangan dan Direktur Utama BUMN/Perusahaan Daerah atau Kepala Daerah pemenang lelang, menandatangani Naskah Perjanjian PDN yang memuat minimnal jumlah pinjaman, peruntukan pinjaman dan ketentuan serta persyaratan PDN.
Sebagai konsekuensi dari adanya Nskah Perjanjian PDN, PDN dapat ditarik sesuai dengan alokasi anggaran (DIPA) dengan mekanisme APBN, melalui pembayaran langsung,rekening khusus,Letter Of Credit atau pembiayaan pendahuluan.
Disisi lain terdapat kewajiban untuk membayar cicilan pokok, bunga dasn kewajiban lainnya hingga berakhirnya masa pinjaman oleh Menteri Keuangan dan kewajiban untuk melaporkan realisasi penyerapan PDN serta kemajuan fisik kegiatan bagi Kementerian Negara/Lembaga, Pemda, BUMN atau Perusahaan Daerah.
Dari 2005 sampai dengan 2010, posisi utang luar negeri Indonesia secara nominal meningkat sebesar USD65,5 miliar (48,7%). Peningkatan terjadi baik pada utang luar negeri pemerintah maupun swasta. Namun demikian, pada periode yang sama peningkatan utang luar negeri tersebut diikuti peningkatan PDB yang relatif lebih besar yaitu sebesar USD424,0 miliar (146,5%).

II. Utang Luar Negeri

Utang luar negeri Indonesia ada 3 jenis, yaitu utang luar negeri pemerintah, bank sentral dan swasta. Utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, leasing dan Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan di luar negeri dan dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk. SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN terdiri dari Obligasi Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan. SBSN terdiri dari SBSN jangka panjang (Ijarah Fixed Rate / IFR) dan Global Sukuk.
Utang luar negeri bank sentral adalah utang yang dimiliki oleh Bank Indonesia, yang diperuntukkan dalam rangka mendukung neraca pembayaran dan cadangan devisa. Selain itu juga terdapat utang kepada pihak bukan penduduk yang telah menempatkan dananya pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan utang dalam bentuk kas dan simpanan serta kewajiban lainnya kepada bukan penduduk.
Utang luar negeri swasta adalah utang luar negeri penduduk kepada bukan penduduk dalam valuta asing dan atau rupiah berdasarkan perjanjian utang (loan agreement) atau perjanjian lainnya, kas dan simpanan milik bukan penduduk, dan kewajiban lainnya kepada bukan penduduk. Utang luar negeri swasta meliputi utang bank dan bukan bank. Utang luar negeri bukan bank terdiri dari utang luar negeri Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dan perusahaan bukan lembaga keuangan termasuk perorangan kepada pihak bukan penduduk. Termasuk dalam komponen utang luar negeri swasta adalah utang luar negeri yang berasal dari penerbitan surat berharga di dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk.
Utang merupakan bagian dari Kebijakan Fiskal (APBN) yang menjadi bagian dari Kebijakan Pengelolaan Ekonomi secara keseluruhan.
Tujuan Pengelolaan Ekonomi adalah:
1. Menciptakan kemakmuran rakyat dalam bentuk:
2. Penciptaan kesempatan kerja.
3. Mengurangi kemiskinan.
4. Menguatkan pertumbuhan ekonomi.
5. Menciptakan keamanan.
Pembiayaan APBN melalui utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara yang lazim dilakukan oleh suatu negara :
1. Utang merupakan instrumen utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit APBN, dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo (debt refinancing);
2. Refinancing dilakukan dengan terms conditions (biaya dan risiko) utang baru yang lebih baik.
Kenaikan jumlah nominal utang Pemerintah berasal dari :
1. Akumulasi utang di masa lalu (legacy debts) yang memerlukan refinancing yang cukup besar;
2. Dampak krisis ekonomi tahun 1997/1998 :
a) Depresiasi Rupiah terhadap mata uang asing;
b) BLBI dan Rekapitalisasi Perbankan;
c) Sebagian setoran BPPN dari asset-recovery digunakan untuk APBN selain untuk melunasi utang/obligasi rekap.
3. Pembiayaan defisit APBN merupakan keputusan politik antara Pemerintah dan DPR-RI antara lain untuk:
a) Menjaga stimulus fiskal melalui misalnya pembangunan infrastruktur, pertanian dan energi,dan proyek padat karya;
b) Pengembangan peningkatan kesejahteraan masyarakat misalnya PNPM, BOS, Jamkesmas,Raskin, PKH, Subsidi;
c) Mendukung pemulihan dunia usaha termasuk misalnya insentif pajak;
d) Mempertahankan anggaran pendidikan 20%;
e) Peningkatan anggaran Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista);Melanjutkan reformasi birokrasi.
4. Akses terhadap pinjaman luar negeri dengan persyaratan sangat lunak dari lembaga keuangan multilateral bagi Indonesia dibatasi oleh:
a) Status Indonesia yang tidak lagi tergolong sebagai low income country;
b) Batas maksimum pinjaman yang dapat disalurkan ke suatu negara (country limit).

III. Jenis-jenis Utang

Pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri dan pinjaman dalam negeri :
1. Pinjaman Luar Negeri.
World Bank, Asian Development Bank, Islamic Development Bank dan kreditor bilateral (Jepang, Jerman, Perancis dll), serta Kredit Ekspor.
a) Pinjaman Program :
Untuk budget support dan pencairannya dikaitkan dengan pemenuhan Policy Matrix di bidang kegiatan untuk mencapai MDGs (pengentasan kemiskinan, pendidikan, pemberantasan korupsi), pemberdayaan masyarakat, policy terkait dengan climate change dan infrastruktur.
b) Pinjaman proyek :
Untuk pembiayaan proyek infrastruktur di berbagai sektor (perhubungan, energi, dll); proyek-proyek dalam rangka pengentasan kemiskinan (PNPM).
2. Pinjaman Dalam Negeri :
a) Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri oleh Pemerintah ;
b) Berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Pemerintah Daerah,dan Perusahaan Daerah;
c) Untuk membiayai kegiatan dalam rangka pemberdayaan industri dalam negeri dan pembangunan infrastruktur untuk pelayanan umum; kegiatan investasi yang menghasilkan penerimaan.
Surat Berharga Negara (SBN) dalam Rupiah dan valuta asing, tradable & non-tradable, fixed & variable :
1. Surat Utang Negara (SUN)
a) Surat Perbendaharaan Negara (SPN/T-Bills): SUN jangka pendek (s.d. 12bln);
b) Obligasi Negara (> 1 thn);
• Coupon Bond
• Zero coupon
2. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)/Sukuk Negara dalam Rupiah dan valuta asing dengan berbagai struktur, misalnya Ijarah, Musyarakah, Istisna dll
a) SBSN jangka pendek (Islamic T-Bills); SBSN Ritail (Sukri);
b) SBSN jangka panjang (IFR/Ijarah Fixed Rate; Global Sukuk; SDHI/Sukuk Dana Haji Indonesia).
IV. Kebijakan Pengelolaan Utang
Tujuan umum pengelolaan utang negara dapat dibagi per periode waktu yaitu:
1. Tujuan jangka panjang :
a) Mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko terkendali, sehingga kesinambungan fiskal dapat terpelihara.
b) Mendukung upaya untuk menciptakan pasar Surat Berharga Negara (SBN) yang dalam, aktif dan likuid.
2. Tujuan jangka pendek
Memastikan tersedianya dana untuk menutup defisit dan pembayaran kewajiban pokok utang secara tepat waktu dan efisien. Dalam mencapai tujuan tersebut, diperlukan panduan dalam pengelolaan utang yang diwujudkan melalui penyusunan strategi pengelolaan utang, baik jangka panjang maupun jangka pendek.
A. Penyusunan strategi pengelolaan utang negara bertujuan untuk :
a) memberikan pedoman umum kepada setiap unit/lembaga/otoritas yang terkait dengan pengelolaan utang agar proses pengambilan keputusan merefleksikan keselarasan antar kebijakan pengelolaan utang, fiskal, moneter dan pengembangan pasar keuangan;
b) memberikan keyakinan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan keuangan negara bahwa utang Pemerintah akan dikelola secara baik dan bertanggung jawab melalui suatu proses pengelolaan utang yang transparan dan akuntabel;
c) memfasilitasi penyusunan indikator kinerja utama (KPI/Key Performance Indicator) unit pengelola utang;
d) menerapkan praktek pengelolaan utang yang lazim di seluruh dunia untuk mencapai pengelolaan utang yang baik (sound debt management).
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan strategi pengelolaan utang dalam mendukung pengelolaan keuangan negara diperlukan upaya lanjutan sebagai berikut:
1. Optimalisasi pelaksanaan pengelolaan kas dan pengelolaan utang yang antara lain dapat di lakukan dengan membentuk tim asistensi dalam treasury management dan pemantauan kondisi pasar keuangan.
2. Meningkatkan kerjasama dalam pengelolaan kas, antara DJPB, DJA, dan DJPU dalam kaitannya dengan proses bisnis yang mencakup pengelolaan fiskal, penerimaan dan pengeluaran negara serta penerbitan/pengadaan utang baru.
3. Pengelolaan kewajiban kontinjensi yang meliputi kegiatan monitoring risiko dan eksekusinya dilakukan oleh unit pengelola utang, sedangkan penyusunan kebijakannya dilakukan oleh BKF.
4. Melakukan reformulasi kebijakan penyusunan anggaran dengan mengkaji ulang siklus anggaran saat ini secara lebih komprehensif untuk meningkatkan penerimaan dan mengoptimalkan belanja negara sehingga besaran tambahan utang menjadi lebih terkendali.
5. Meningkatkan peran unit pengelola utang dalam Investor Relations Unit agar dapat meningkatkan jumlah dan mengoptimalkan peran investor, mengoptimalkan diseminasi informasi dan komunikasi dengan stakeholders, serta meningkatkan kontribusi pengelolaan utang dalam peningkatan credit rating dan/atau penurunan country risk clasification.
6. Melakukan pengkajian instrumen RUF (revolving underwriting facility), NIF (note issuance facilities), dan FRCD (floating rate certificate deposit) untuk melengkapi pengembangan instrumen utang dan meminimalkan biaya pengelolaan utang.
7. Mengoptimalkan penerapan crisis management protocol termasuk didalamnya review secara berkala terhadap indikator dan kebijakan yang ditetapkan sebagai respon terhadap perkembangan pasar keuangan.
8. Penyusunan road map pengendalian utang yang diarahkan untuk mencapai kemandirian keuangan negara, termasuk upaya untuk menjadi penyedia fasilitas pinjaman baik dalam skala lokal, regional maupun internasional.
Hingga akhir Agustus 2012, utang pemerintah Indonesia telah mencapai angka Rp1.957,20 trilyun. Berarti di awal semester kedua tahun 2012 utang pemerintah bertambah sebesar Rp153,71 trilyun dari jumlah utang tahun 2011 yakni Rp1.803,49 trilyun. Sedangkan dalam sepuluh tahun terakhir, utang pemerintah bertambah Rp725,16 trilyun.
Meski jumah utang terus bertambah, pemerintah nampaknya tidak terlalu mengkhawatirkan perkembangan tersebut. Pemerintah berpijak pada ukuran rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) yang terus mengalami penurunan dari 89% pada tahun 2000, turun menjadi 24% pada tahun 2011. Padahal rasio utang terhadap PDB bukanlah ukuran mutlak yang menggambarkan masalah utang negara.
Merupakan sebuah malapetaka jika jumlah dan beban utang pemerintah dianggap aman sehingga sinyal-sinyal bahaya utang diabaikan. Ingatlah sebelum krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998, pemerintah juga mengabaikan peringatan para pengamat ekonomi. Pemerintah justru percaya dengan puji-pujian terhadap kinerja ekonomi nasional dari Bank Dunia.
Namun apa yang terjadi? Tidak lama setelah pujian Bank Dunia, perekonomian Indonesia ikut terseret krisis mata uang Thailand, Bath. Mengapa krisis Bath dapat menyeret rupiah?
Tentu saja, terseretnya rupiah yang membuat sistem moneter Indonesia tak berdaya bukanlah disebabkan oleh jatuhnya mata uang Thailand. Faktor perekonomian yang dibangun dari ketergantungan pada utanglah yang menjadi penyebab utama.

Sumber:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/06/16/09365714/Naik.Utang.RI.Capai.Rp.1.804.triliun
http://www.dmo.or.id
1. Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Mei 2011
2. Buku Saku Perkembangan Utang Negara Edisi Juni 2011
3. Buku Strategi Pengelolaan Utang 2010-2014
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Republik Indonesia
http://kampungtki.com/baca/19142
http://www.kompas.com
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&prev=/search%3Fq%3Dindonesia%2Bdan%2Badb%26hl%3Did%26client%3Dfirefox-a%26hs%3DBKC%26rls%3Dorg.mozilla:en-GB:official%26prmd%3Divns&rurl=translate.google.co.id&sl=en&u=http://www.adb.org/Documents/Fact_Sheets/INO.pdf&usg=ALkJrhgOpJRVtoKPm9ikuxEulgBD3FQVlA
http://www.id.emb-japan.go.jp/birelEco_id.html (Kedutaan Besar Jepang di Indonesia)
m.detik.com/read/2011/07/19/131336/162484282/4/gawat-utang-pemerintah-naik-lagi-jadi-rp-17239-triliun
http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFICEXT/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,contentMDK:21915901~pagePK:1497618~piPK:217854~theSitePK:447244,00.html
http://jurnal-ekonomi.org/tingginya-hasrat-berutang-pemerintah/

utang pemerintah



UTANG PEMERINTAH
INDONESIA

MATA KULIAH          : EKONOMI MAKRO




Disusun Oleh :
FERI ZUNIAWAN
Prodi Ekonomi Syariah
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
BUNGA BANGSA CIREBON (STAI BBC)
2014


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pemerintah kolonial Hindia Belanda sudah memulai kebiasaan berutang bagi pemerintahan di Indonesia. Seluruh utang yang belum dilunasinya pun turut diwariskan, sesuai dengan salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia pada waktu itu disertai dengan pengalihan tanggung jawab segala utang pemerintah kolonial. Dilihat dari perspektif utang piutang, maka Republik Indonesia bukanlah negara baru, melainkan pelanjut dari pemerintahan sebelumnya.
Tradisi pengalihan utang kepada pemerintahan berikutnya bertahan sampai saat ini, terlepas dari perpindahan kekuasaan itu berlangsung dengan cara apa pun. Pemerintahan era Soekarno mewariskan utang luar negeri (ULN) sekitar USD 2,1 miliar kepada pemerintahan Soeharto.
Secara spektakuler, pemerintahan Soeharto membebani Habibie dengan warisan utang sebesar USD 60 miliar. Bahkan, pemerintahan Habibie mewariskan utang yang lebih besar, hanya dalam kurun waktu dua tahun. ULN memang “hanya” bertambah menjadi sebesar USD 75 miliar dolar. Namun, utang dalam negeri yang semula nihil menjadi USD 60 miliar (jika dikonversikan), sehingga utang pemerintah secara keseluruhan menjadi sekitar USD 135 miliar.
Tentu tidak adil jika hanya melihat angka utang yang fantastis di era Habibie secara begitu saja. Sebagian masalahnya adalah karena akumulasi utang beserta akibat lanjutan dari kebijakan pemerintahan Soeharto. Bisa dikatakan bahwa Pemerintahan Habibie harus menghadapi krisis moneter dan ekonomi, yang berasal dari era Soeharto.
Bagaimanapun, pewarisan utang pemerintah suatu era kepada era berikutnya telah berlangsung. Tidak ada penghapusan beban utang dalam besaran yang cukup berarti, yang disebabkan oleh per­gantian kekuasaan atau kebijakan pemerintah baru. Keringanan atas beban utang hanya diberikan oleh para kreditur berupa penjadwalan pembayaran untuk waktu yang tidak terlampau lama, ketika ter­jadinya krisis 1997. Krisis justru memaksa pemerintah untuk menambah posisi utangnya melalui pinjaman kepada IMF. Meskipun sifatnya adalah untuk berjaga-jaga dan akhirnya ”tidak diper­gunakan”, biaya utangnya tetap harus dibayar. Selain itu, krisis mem­beri beban tambahan bagi pemerintah. Diantaranya berupa jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, serta tanggungan pemerintah atas beberapa utang swasta yang gagal bayar (default).


B. Rumusan masalah
1.      Apa itu utang pemerintah?
2.      Bagaimana perkembangan utang pemerintah indonesia?
3.      Apa masalah yang mempengaruhi pengukuran utang pemerintah?
4.      Bagaimana pandangan terhadap utang pemerintah?
5.      Bagaimana prospektif utang indonesia?
C. Tujuan penulisan
1.      Mengetahui apa itu utang pemerintah
2.      Mengetahui perkembangan utang pemerintah indonesia
3.      Mengetahui masalah pengukuran utang pemerintah
4.      Mengetahui pandangan terhadap utang pemerintah
5.      Mengetahui prospektif utang pemerintah

Tujuan umum
            Secara umum makalah ini dibuat bertujuan untuk berbagi pengetahuan dan kepedulian terhadap utang pemerintah
Tujuan khusus
            Secara khusus pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mandiri mata kuliah ekonomi makro semester III

MANFAAT
            Sebagai bahan  informasi dan memperkaya bahan bacaan bagi masyarakat luas khususnya bagi kampus STAI BUNGA BANGSA
BAGI MAHASISWA
            Sebagai bahan penambah wawasan  dan  pemikiran bagi mahasiswa pada umumnya yang nanti bisa sebagai acuan terhadap kepedulian kita kepada permasalahan utang pemerintah yang tak kunjung tuntas.



BAB II
PEMBAHASAN
1. UTANG PEMERINTAH
1.1. Definisi utang
            Utang merupakan satu kewajiban yang harus dibayar dikemudian hari yang timbul akibat transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan dimana para pemberi pinjaman menyerahkan sesuatu yang berharga pada suatu waktu terrentu dalam pertukaran dengan suatu perjanjian para penerima pinjaman harus membayarnya dikemudian hari, ( Lester V. Chandler, 1962 : 40 ).
            Ada banyak jenis-jenis utang, dalam penulisan ini hanya empat yang kami sebut. Menurut Lester V. Chandler ( 1962 : 43 ), utang terbagi dalam berbagai jenis yaitu :
a. Utang berdasarkan sifat si pemberi pinjaman terbagi atas ;
    - utang perseorangan
    - utang perusahaan
    - utang pemerintah.
b. Utang berdasarkan sifat si penerima pinjaman terbagi atas ;
    - utang yang diberikan olah perseorangan
    - utang yang diberikan oleh perusahaan
    - utang yang diberikan oleh pemerintah.
c. Utang berdasarkan untuk tujuan apa utang itu diciptakan ;
    - utang konsumsi
    - utang produksi.

d. Utang berdasarkan lamanya waktu peminjaman ;
    - utang jangka panjang ( 1-5 tahun )
    - utang jangka pendek ( kurang dari 1 tahun )
    - utang yang dapat segera dibayar.

1.2. Utang Pemerintah
            Utang Pemerintah adalah public debt / national debt yaitu pinjaman yang dilakukan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bila pemerintah lebih banyak melakukan pengeluaran dari pada mengumpulkan dana melalui pajak, pemerintah akan meminjam dari sector swasta untuk mendanai defisit anggaran.
Menurut sejarahnya pada awal kemerdekaan, sikap pemerintah Soekarno-Hatta ter­hadap utang luar negeri bisa dikatakan mendua. Di satu sisi, mereka menyadari bahwa utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan sangat dibutuhkan. Negara baru yang baru merdeka ini memerlukan dana untuk memperbaiki taraf kesejahteraan rakyat, yang sudah sedemikian terpuruk karena kolonialisme. Ketiadaan infrastruktur, dan rusaknya sebagian besar kapasitas produksi seperti ladang minyak, membuat penerimaan negara dari sumber domestik belum bisa diandalkan. Hibah dari negara-negara yang bersimpatik ketika awal kemerdekaan tentu saja tidak memadai dan lambat laun di­hentikan. Pilihan yang tersedia adalah mempersilakan modal asing masuk ke Indonesia untuk berinvestasi, serta melakukan pinjaman luar negeri.
Di sisi lain, pemerintah Soekarno-Hatta bersikap waspada ter­hadap kemungkinan penggunaan utang luar negeri sebagai sarana kembalinya kolonialisme. Semangat kemerdekaan masih amat kental, sehingga mereka peka dalam masalah yang berkaitan dengan kedaulatan Indonesia. Suasana ini juga mewarnai dinamika parlemen, sekalipun terdiri dari banyak partai dengan latar idelogis berbeda. Akibatnya, persyaratan yang ketat ditetapkan dalam setiap perundingan berutang kepada pihak luar negeri. Ini berlaku juga ter­hadap masalah penanaman modal asing, termasuk perundingan mengenai tambang dan kilang minyak di wilayah Indonesia.
Bagaimanapun, transaksi utang luar negeri tetap terjadi pada awal kemerdekaan. Sampai dengan tahun 1950, utang pemerintah yang baru tercatat sebesar USD 3,8 miliar, selain utang warisan pemerintah kolonial. Setelah itu, terjadi fluktuasi jumlah utang pemerintah, seiring dengan sikap pemerintah yang cukup sering berubah terhadap pihak asing dalam soal modal dan utang. Selama kurun tahun 50-an tetap saja ada bantuan dan utang yang masuk ke Indonesia. Sikap pemerintah yang berubah-ubah itu dikarenakan kerapnya pergantian kabinet, disamping faktor Soekarno sebagai pribadi.
Sebagai contoh, pada tahun 1962, delegasi IMF berkunjung ke Indonesia untuk menawarkan proposal bantuan finansial dan kerjasama, dan pada tahun 1963 utang sebesar USD17 juta diberikan oleh Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia pun kemudian bersedia melaksanakan beberapa kebijakan ekonomi baru yang bersesuaian dengan proposal IMF. Namun, keadaan berbalik pada akhir tahun itu juga, ketika Malaysia pemerintah Inggris menyatakan Malaysia di­nyatakan sebagai bagian federasi Inggris tanpa pembicaraan dengan Soekarno. Hal ini sebetulnya juga berkaitan dengan nasionalisasi beberapa perusahaan Inggris di Indonesia. Yang jelas, hubungan Indonesia dengan IMF dan Amerika, turut memburuk. Berbagai kesepakatan sebelumnya dibatalkan oleh Soekarno, dan Indonesia keluar dari keanggotaan IMF dan PBB.
Secara teknis ekonomi, telah ada pelunasan utang dari sebagian hasil ekspor komoditi primer Indonesia. Ada pula penghapusan se­bagian utang oleh kreditur, terutama dari negara-negara yang ber­sahabat, setidaknya dalam tahun-tahun tertentu. Akhirnya, ketika terjadi perpindahan kekuasaan kepada Soeharto, tercatat utang luar negeri pemerintah adalah sebesar USD 2,1 miliar. Jumlah ini belum termasuk utang warisan pemerintah kolonial Belanda yang sekalipun resmi diakui, tidak pernah dibayar oleh pemerintahan Soekarno.
Ketika pemerintahan soekarno digantikan oleh soeharto, sikap pemerintahan Soeharto terhadap modal asing berbeda dengan sikap Soekarno-Hatta. Sebagai contoh, undang-­undang pertama yang ditandatangani Soeharto adalah UU no.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang isinya bersifat terbuka dan bersahabat bagi masuknya modal dari negara manapun. Beberapa bulan sebelumnya, IMF membuat studi tentang program stabilitas ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti oleh pemerintah. Indonesia juga telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF.
Seiring dengan itu, perundingan serius mengenai utang luar negeri Indonesia berlangsung lancar. Kembalinya Indonesia menjadi anggota IMF dan Bank Dunia, seketika diimbali oleh negara-negara barat berupa: pemberian hibah, restrukturisasi utang lama, komitmen utang baru dan pencairan utang baru yang cepat. Hibah sebesar USD 174 juta dikatakan bertujuan untuk mengangkat Indonesia dari keterpurukan ekonomi. Restrukturisasi utang yang disetuji bernilai sekitar USD 534 juta. Lewat berbagai perundingan, terutama pertemuan Paris Club, disepakati moratorium utang sampai dengan tahun 1971 untuk pembayaran cicilan pokok sebagian besar utang. Akhirnya, sejak tahun 1967 Indonesia mendapat persetujuan utang baru dari banyak kreditur, dan sebagiannya langsung dicairkan pada tahun itu juga.
1.3. Besarnya Utang Pemerintah

Kita mulai dengan menempatkan utang pemerintah dalam perspektif. Salah satu cara untuk menilai besarnya utang pemerintah adalah membandingkannya dengan jumlah utang-utang negara-negara lain. Tabel 15-1 menunjukkan jumlah uang pemerintah dari 27 negara utama yang ditunjukkan sebagai persentase dari GDP setiap negara. Di puncak daftar itu terdapat negara pengutang terbesar, Jepang dan Italia, yang akumulasi utangnya relatif kecil. Paling bawah adalah Luxemburg dan Australia, yang akumulasi utangnya relatif kecil. Amerika Serikat berada di tengah-tengah. Menurut standar internasional, pemerintah AS tidak hemat tetapi juga tidak boros.




Tabel 1 Berapakah Utang Negara-Negara di Dunia?

Negara

Utang Pemerintah Persentase GDP

Negara

Utang Pemerintah Persentase GDP
Jepang
158.9
Polandia
53,3
Italia
125,4
Finlandia
53,3
Yunani
108,1
Norwegia
51,7
Belgia
98,5
Denmark
49,7
Prancis
76,7
Spanyol
49,1
Portugal
76,5
Inggris
46,8
Jerman
69,9
Rep. Ceko
42,8
Kanada
69,3
Islandia
32,0
Austria
69,2
Irlandia
29,9
Amerika Serikat
63,8
Selandia Baru
26,0
Belanda
63,7
Korea
20,3
Hungaria
62,5
Australia
15,3
Swedia
61,5
Luxembourg
8,6
Rep. Slowakia
56,8



Sumber: OECD Economic Outlook.. Data berdasarkan estimasi utang pemerintah bruto dan COP untuk tahun 2005.

Menurut sejarah, penyebab utama kenaikan utang pemerintah adalah perang. Rasio utang-GDP meningkat tajam selama perang dan turun dengan lambat selama masa damai. Banyak ekonom berpendapat bahwa pola sejarah ini adalah cara yang tepat untuk menjalankan kebijakan fiskal.
Satu contoh besamya kenaikan utang pemerintah di masa damai dimulai awal 1980-an. Sewaktu Ronald Reagan terpilih sebagai presiden di tahun 1980, beliau melakukan penurunan pajak dan meningkatkan belanja militer. Peningkatan utang pemerintah selama tahun 1980-an menimbulkan keprihatinan diantara banyak pembuat kebijakan.
2. PERKEMBANGAN UTANG PEMERINTAH
Berdasarkan data dari dalam APBN-P 2010 jumlah keseluruhan cicilan utang pemerintah mencapai angka Rp230,33 trilyun. Cicilan tersebut terdiri atas cicilan pokok sebesar Rp124,68 trilyun dan cicilan bunga Rp105,65 trilyun.

Proporsi anggaran pembayaran utang mencapai 23,21% dari Rp992,4 trilyun penerimaan APBN dimana hampir setengahnya atau 45,87% adalah pembayaran bunga utang pemerintah. Akibat besarnya jumlah cicilan utang, APBN pun mengalami defisit sangat besar, yakni Rp133,75 trilyun.
Sejak tahun 2000, tren cicilan utang pemerintah meningkat . Dari Rp57,69 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rp230,33 trilyun di 2010. Tingkat cicilan utang negara tahun ini meroket hampir 4 kali lipat cicilan utang pemerintah tahun 2000. Hanya pada tahun 2003 cicilan utang turun jumlahnya dari cicilan tahun 2002, dan tahun 2005 dari tahun 2004. Tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2000, tren cicilan utang tidak mengalami penurunan sama sekali.
Selama 11 tahun terakhir, negara telah membayar utang sebesar Rp1.596,1 trilyun dan 54% di antaranya atau sekitar Rp864,67 trilyun adalah untuk membayar bunga utang yang jatuh tempo. Jumlah keseluruhan pembayaran utang pemerintah tersebut lebih dari 7,8 kali penerimaan APBN 2000, 4,7 kali penerimaan APBN 2003, 2,5 kali penerimaan APBN 2006, dan 1,6 kali penerimaan APBN 2010. Jumlah ini juga hampir menyamai jumlah utang negara tahun ini Rp1.667,7 trilyun. Sedangkan total pembayaran bunga utang pemerintah lebih besar dari anggaran penerimaan pajak tahun ini Rp743,3 trilyun.
Meski Indonesia telah membayar utang sebesar Rp1.667,7 trilyun selama 11 tahun terakhir, utang Indonesia tidak turun justru membengkak dari jumlah utang pada tahun 2000 yakni Rp1.235 trilyun. Bahkan jika dibandingkan jumlah utang pemerintah tahun 1998 sebesar Rp553 trilyun, jumlah utang pemerintah Indonesia tahun ini bertambah 3 kali lipat sejak krisis moneter.

Bank Indonesia (BI) melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada bulan Februari 2014 sebesar 272,1 miliar dollar AS atau tumbuh 7,4 persen dibandingkan posisi di bulan yang sama pada tahun 2013.

"Posisi ULN pada Februari 2014 terdiri dari ULN sektor publik sebesar 129,0 miliar dollar AS dan ULN sektor swasta 143,1 miliar dollar AS. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ULN pada Februari 2014 tercatat sedikit meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan Januari 2014 sebesar 7,2 persen (%)," tulis BI dalam pernyataan resmi,

Peningkatan pertumbuhan ULN pada Februari 2014 terutama dipengaruhi kenaikan posisi ULN sektor publik (utang pemerintah dan bank sentral). Adapun pertumbuhan ULN sektor swasta melambat.

ULN sektor publik tumbuh sebesar 3,2 persen (%), lebih tinggi dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 1,9 persen (%). Sementara itu, posisi ULN sektor swasta tumbuh 11,6 persen (%), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 12,5 persen (%).

"Bank Indonesia memandang berbagai perkembangan ULN sampai Februari 2014 masih cukup sehat dalam menopang ketahanan sektor eksternal. Ke depan, Bank Indonesia tetap memantau perkembangan ULN Indonesia, khususnya ULN swasta, sehingga dapat optimal mendukung ketahanan dan kesinambungan perekonomian Indonesia," tulis BI.
3. MASALAH PENGUKURAN UTANG PEMERINTAH
            Defisit anggaran pemerintah adalah selisih pengeluaran Pemerintah dengan penerimaan pemerintah, yang sama dengan jumlah utang baru yang dibutuhkan pemerintah untuk mendalami operasinya. Definisi ini tampaknya cukup sederhana, tetapi dalam kenyataannya perdebatan mengenai kebijakan fiskal kadang-kadang mempersoalkan bagaimana defisit anggaran seharusnya diukur. Dalam bagian ini kita akan membahas empat masalah dengan ukuran defisit anggaran biasa.

1: Inflasi
Pengukuran yang paling tidak kontroversial adalah koreksi terhadap inflasi. Hampir seluruh ekonom sepakat bahwa utang pemerintah seharusnya diukur dalam bentuk riil, bukan nominal defisit yang diukur seharusnya sama dengan perubahan utang riil pemerintah bukan perubahan utang nominal.

Namun demikian, defisit anggaran yang biasa diukur tidak mengoreksi inflasi. Untuk melihat seberapa besarnya pengaruh kesalahan ini, perhatikanlah contoh berikut. Anggaplah utang pemerintah riil tidak berubah; dengan kata lain, dalam bentuk riil, anggarannya seimbang. Dalam kasus ini, utang nominal harus naik pada tingkat inflasi. Yaitu,
∆D/D = π,
Mana π adalah tingkat inflasi dan D adalah stok utang pemerintah.
∆D =.
Sebagai contoh, pada tahun 1979, pemerintah federal melaporkan defisit anggaran sebesar $28 miliar. Inflasi adalah 8,6 persen, dan utang pemerintah yang dibuat pada awal tahun oleh publik (di luar Bank Sentral AS) adalah $495 miliar.
πD = 0,086 x $495 miliar
= $43 miliar
Koreksi terhadap inflasi membuat defisit anggaran yang dilaporkan sebesar $28 miliar berubah menjadi surplus anggaran sebesar $15 miliar! Dengan kata lain, meskipun utang nominal pemerintah naik, utang riil pemerintah turun.

2: Aset Modal
Banyak ekonom percaya bahwa penilaian yang akurat atas defisit anggaran pemerintah memerlukan penghitungan atas aset pemerintah serta kewajibannya. Biasanya, ketika mengukur utang pemerintah secara keseluruhan, kita seharusnya mengurangi aset pemerintah dari utang pemerintah. Karena itu, defisit anggaran seharusnya diukur sebagai perubahan utang dikurangi perubahan aset.
Prosedur anggaran yang memperhitungkan aset dan kewajiban disebut penganggaran modal (capital budgeting), karena memperhitungkan perubahan modal. Masalah utama dalam penganggaran modal adalah sulitnya memutuskan pengeluaran pemerintah mana yang seharusnya dihitung sebagai pengeluaran modal.

3: Kewajiban yang Tidak Dihitung
Sebagian ekonom berpendapat bahwa defisit anggaran yang diukur adalah keliru karena mengabaikan beberapa kewajiban pemerintah yang penting. Sebagai contoh, perhatikanlah pegawai negeri. Pegawai negeri memberikan jasanya kepada pemerintah saat ini, tapi bagian kompensasi mereka dipotong untuk masa depan. Pada dasarnya, mereka memberikan pinjaman kepada pemerintah. Manfaat pensiun masa depan mereka menunjukkan kewajiban pemerintah tidak jauh berbeda dengan utang pemerintah. Namun kewajiban ini tidak dimasukkan sebagai bagian dari utang pemerintah, dan akumulasi kewajiban ini tidak dimasukkan sebagai baian dari defisit anggaran. Menurut beberapa perkiraan, besar kewajiban implisit ini nyaris sama dengan utang pemerintah.
Bentuk kewajiban pemerintah yang sangat sulit diukur adalah kewajiban kontinjen (contingen liability) kewajiban yang muncul hanya jika peristiwa-peristiwa khusus terjadi. Sebagai contoh pemerintah menjamin berbagai bentuk kredit perseorangan, seperti pinjaman mahasiswa, untuk keluarga berpendapatan rendah dan sedang, serta deposito di bank dan lcmbaga-lembaga simpan pinjam. Jika peminjam melunasi utangnya, pemerintah tidak perlu mengeluarkan dana; tetapi jika peminjam tidak mampu melunasi, pemerintah yang melunasinya. Ketika memberikan pinjaman ini pemerintah mengambil alih kewajiban kontinjen dari ketidakmampuan peminjam membayar utang. Tetapi kewajiban kontinjen ini tidak tercermin dalarn defisit anggaran, sebagian karena nilainya tidak jelas.

4: Siklus Bisnis
Banyak perubahan dalam defisit anggaran pemerintah terjadi secara otomatis menanggapi perekonomian yang berfluktuasi. Misalnya, kerika perekonomian mengalami resesi, pendapatan turun, sehingga kemampuan seseorang untuk membayar pajak berkurang. Laba juga turun, sehingga perusahaan membayar lebih sedikit pajak pendapatan. Semakin banyak orang yang menjadi tergantung pada bantuan pemerintah, seperti asuransi kesejahteraan dan pengangguran, sehingga pengeluaran pemerintah naik. Bahkan, tanpa adanya perubahan dalam undang-undang perpajakan dan pengeluaran, defisit anggaran akan meningkat.
Untuk memecahkan masalah ini, pemerintah menghitung defisit anggaran yang disesuaikan secara siklis (cyclically adjusted budget deficit) yang kadangkala disebut defisit anggaran kesempatan kerja-penuh. Defisit yang disesuaikan secara siklis didasarkan pada estimasi mengenai berapa pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak yang terjadi jika perekonomian beroperasi pada tingkat output dan kesempatan kerja alamiahnya. Defisit yang disesuaikan secara siklis adalah ukuran yang berguna karena mencerminkan perubahan kebijakan tetapi bukan tahapan dari siklus bisnis saat ini.

4. PANDANGAN TERHADAP UTANG PEMERINTAH
Pandangan tradisional atas utang pemerintah.
Asumsinya adalah bahwa ketika pemerintah memotong pajak dan menjalani defisit anggaran, konsumen menanggapi pendapatan setelah pajak mereka yang lebih tinggi dengan melakukan pengeluaran lebih banyak.
Pandangan Richardian atas utang pemerintah
Menurut pendapat ini, konsumen melihat kedepan dan karena itu, mendasarkan pengeluaran mereka tidak hanya pada pendapatan sekarang, tetapi juga pada pendapatan masa depan yang mereka harapkan

Logika dasar atas pandangan Richardian
Kosumen yang melihat kedepan memahami bahwa pinjaman pemerintah saat ini berarti pajak yang lebih tinggi di masa depan. Pemotongan pajak yang didanai oleh utang pemerintah tidak akan mengurangi beban pajak ; pemotongan pajak tersebut hanya menjadwal ulang pajak. Karena itu, pemotongan pajak seharusnya tidak mendorong konsumen melakukan pengeluaran lebih banyak.
Implikasi dari equivalensi Richardian adalah bahwa pemotongan pajak yang didanai utang tidak mempengaruhi konsumsi. Rumah tangga menabung kelebihan pendapatan disposible untuk membayar kewajiban pajak masa depan yang ditunjukkan oleh pemotongan pajak. Kenaikan dalam tabungan swasta ini mengoffset penurunan tabungan publik. Tabungan nasional – jumlah tabungan swasta dan publik – tetap sama. Karena itu, pemotongan pajak tidak memiliki dampak seperti yang diprediksi analsisis tradisional.
Konsumen dan pajak masa depan
Esensi dari pandangan Richardian adalah bahwa ketika orang – orang memilih konsumsi mereka, secara nasional mereka melihat pajak masa depan yang diakibatkan oleh utang pemerintah. Para pendukung pandangan tradisional atas utang pemerintah percaya bahwa prospek pajak masa depan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap konsumsi saat ini seperti yang diasumsikan oleh pandangan Richardian.
Para pendukung pandangan Richardian terhadap kebijakan fiskal mengansumsikan bahwa masyarakat bersikap rasional ketika mengambil keputusan, seperti memilih berapa banyak dari pendapatan mereka yang dikonsumsi dan seberapa banyak yang ditabung. Ketika pemerintah meminjam untuk membayar pengeluaran saat ini, konsumen yang rasional melihat pajak masa depan yang dibutuhkan untuk mendukung utang tersebut. Jadi pandangan Richardian mengasumsikan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan dan pandangan jauh kedepan yang baik.
Salah satu pendapat terhadap pandangan tradisional mengenai pemotongan pajak adalah bahwa masyarakat berpandangan pendek, barang kali karena mereka tidak sepenuhnya memahami implikasi dari defisit anggaran pemerintah. Adalah mungkin bahwa beberapa orang mengikuti metode historis ( rules of thumb) yang sederhana dan tidak sepenuhnya rasional ketika memutuskan berapa banyak yang akan ditabung.
Batasan Peminjaman : Pandangan Richardian atas utang pemerintah mengasumsikan bahwa konsumen mendasarkan pengeluarannya tidak hanya pada pendapatan saat ini, tetapi juga pendapatan seumur hidupnya, yang meliputi pendapatan sekarang dan pendapatan yang diharapkan dimasa depan. Menurut pandangan Richardian, pemotongan pajak yang didanai oleh utang akan meningkatkan pendapatan sekarang, tetapi tidak mengubah pendapatan atau konsumsi seumur hidup seseorang. Para pendukung pandangan tradisional berpendapat bahwa pendapatan sekarang lebih penting daripada pendapatan seumur hidup untuk konsumen yang menghadapi hambatan – hambatan dalam meminjam. Batasan peminjaman adalah batas seberapa banyak seseorang bisa meminjam dari bank atau lembaga keuangan lain.
Seorang yang ingin mengkonsumsi lebih banyak daripada pendapatan sekarang mungkin karena ia mengharapkan pendapatan yang lebih penting di masa depan harus melakukannya dengan cara meminjam. Jika ia tidak dapat meminjam untuk membayar konsumsi sekarang, atau hanya bisa meminjam dalam jumlah yang terbatas, maka pendapatannya sekarang menentukan pengeluarannya, tanpa memperhatikan berapa pendapatannya seumur hidup. Dalam hal ini, pemotongan pajak yang didanai oleh utang meningkatkan pendapatan dan konsumsi sekarang, meskipun pendapatan masa depan lebih kecil. Esensinya, bila pemerintah memotong pajak sekarang dan meningkatkan pajak masa depan, pemerintah memberi pinjaman kepada pembayar pajak. Untuk seseorang yang ingin mendapatkan pinjaman tetapi tidak mampu, pemotongan pajak akan memperbesar peluangnya dan mendorong konsumsi.
5. PROSPEKTIF LAIN TENTANG UTANG PEMERINTAH
Anggaran berimbang versus kebijakan fiskal optimal
Terdapat tiga alasan kebijakan fiskal terkadang mengakibatkan defisit atau surplus anggaran
1. Stabilisasi
Defisit atau surplus anggaran dapat membantu stabilisasi perekonomian, pada dasarnya aturan anggaran berimbag akan menarik kembali kekuatan penstabil otomatis dari sistem pajak dan transfer. Saat resesi pajak turun dan transfer naik. Meskipun membantu menstabilkan ekonomi, respon otomatis ini mendorong anggaran menjadi defisit. Aturan anggaran berimbang yang ketat akan mendorong pemerintah menaikkan pajak atau mengurangi pengeluaran di masa resesi, tetapi tindakan ini menekan permintaan agregat
2. Tax smoothing
Defisit atau surplus anggaran dapat digunakan untuk mengurangi distorsi insentif yang disebabkan oleh sistem pajak. Tarif pajak yang tinggi akan meningkatkan biaya dalam masyarakat dengan menekan aktivitas ekonomi. oleh karenanya pemerintah dituntut untuk mempertahankan tarif pajak yang stabil (relatif rendah), dengan cara menerapkan anggaran defisit saat pendapatan rendah atau resesi yang tidak biasa atau pengeluaran tinggi (perang) yang tidak biasa.
3. Re-distribusi intergenerasi
Defisit anggaran dapat digunakan untuk menggeser beban pajak dari generasi sekarang ke generasi mendatang, misalnya untuk membiayai biaya perang, generasi sekarang dapat mendanai perang dengan defisit anggaran dan pemerintah bisa melunasi utang dengan mengenakan pajak pada generasi mendatang.
Dimensi internasional
Utang pemerintah dapat mempengaruhi peran negara dalam perekonomian dunia. Ketika defisit anggaran, pemerintah menurunkan tabungan nasional, hal ini sering mngakibatkan defisit perdagangan yang nantinya akan di danai oleh pinjaman luar negeri. Hubungan antara kedua defisit ini menyebabkan dampak lanjutan atas utang pemerintah.
• Pertama, tingkat utang pemerintah yang tinggi dapat meningkatkan resiko bahwa perekonomian akan mengalami penurunan yang merugikan dalam permintaan atas aset nasional dalam pasar uang dunia (capital flight). Hal ini biasa dimanfaatkan oleh negara-negara untuk melarikan diri dari utang, dengan menyatakan pailit. Jadi ketika utang pemerintah melonjak, investor asing akan membatasi jumlah pinjaman. Jika hilangnya kepercayaan ini terjadi secara tiba-tiba, maka nilai mata uang akan terguncang dan tingkat suku bunga naik.
• Kedua, tingginya tingkat utang pemerintah yang di danai oleh pinjaman luar negeri dapat menurunkan pengaruh politis negara tesebut di mata dunia.





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
            Utang merupakan satu kewajiban yang harus dibayar dikemudian hari yang timbul akibat transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan dimana para pemberi pinjaman menyerahkan sesuatu yang berharga pada suatu waktu terrentu dalam pertukaran dengan suatu perjanjian para penerima pinjaman harus membayarnya dikemudian hari.
            Utang Pemerintah adalah public debt / national debt yaitu pinjaman yang dilakukan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Ketika pemerintahan soekarno digantikan oleh soeharto, sikap pemerintahan Soeharto terhadap modal asing berbeda dengan sikap Soekarno-Hatta. Sebagai contoh, undang-­undang pertama yang ditandatangani Soeharto adalah UU no.1/1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang isinya bersifat terbuka dan bersahabat bagi masuknya modal dari negara manapun. Beberapa bulan sebelumnya, IMF membuat studi tentang program stabilitas ekonomi, yang rekomendasinya segera diikuti oleh pemerintah. Indonesia juga telah secara resmi kembali menjadi anggota IMF. Disinilah titik awal perjalanan utang pemerintah yang melilit indonesia, seolah menjadi hal biasa ketika Negara kita berhutang dengan dalih untuk pembangunan dan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat yang akhirnya negri ini mewariskan utang Negara yang entah kapan bisa selesai.










REFERENSI
www.jurnal-ekonomi.org
buku saku perkembangan utang Negara :
http://www.dmo.or.id.